Akhirnya saya melakukan perjalanan lagi. Tiga negara sekaligus saya telusuri dalam waktu enam hari. Berawal dari browsing-browsing penerbangan murah pada bulan November 2012, saya menemukan rute murah pada Januari 2013. Ini tentu kesempatan yang jarang ditemui. Beberapa kawan pejalan bahkan perlu memesan tiket penerbangan berbulan-bulan bahkan setahun sebelumnya agar dapat murah. Tanpa pikir panjang, paspor dan kartu kredit �dengan limit minimal yang saya punya- saya siapkan. Rute kali ini adalah Bandung-Singapura-Hong Kong-Makau-Singapura-Bandung. Penerbangan Bandung-Singapura-Bandung saya dapatkan murah melalui maskapai Air Asia, sedangkan Singapura-Hong Kong-Makau-Singapura saya dapatkan melalui maskapai penerbangan milik Singapura yakni Tiger Airways. Tiket pulang pergi ketiga Negara tersebut saya peroleh kurang dari tiga juta rupiah dengan asumsi tanpa bagasi alias hanya membawa tas punggung. Jika ingin membawa bagasi maka sebaiknya pesan online sekalian karena harganya akan jatuh lebih mahal saat kita harus membayar langsung di bandara keberangkatan maskapai yang bersangkutan.
Tiga Negara tersebut saya pilih karena selain bebas visa untuk paspor Indonesia, sebagai pejalan amatir, saya berasumsi ketiga Negara tersebut merupakan negara tertib dimana semua petunjuk wisatanya jelas dengan transportasi publik yang aman dan nyaman. Setelah menetapkan tanggal pergi dan memesan penerbangan, hal yang perlu dilakukan berikutnya adalah memesan penginapan. Untuk perjalanan budget rendah, saya sudah siap dengan konsekuensi yang serbaminimal termasuk fasilitas penginapan. Penginapan saya pesan di hostelbookers.com dan juga agoda.com. Pada situs-situs tersebut, kita bisa memesan dan membayar online lewat kartu kredit yang sudah dijamin keamanannya. Selain itu, di situs-situs tersebut juga telah disediakan review dari pejalan-pejalan yang pernah menginap di tempat-tempat tersebut. Untuk hostelbookers.com bahkan kita bisa membayar uang muka/ DP sebesar 10% dari harga hotel, jika ada kesalahan tanggal pemesananan, lebih baik segera konfirmasikan melalui email hotel yang bersangkutan. Dari pengalaman saya dan kawan yang memesan hotel melalui hostelbookers, waktu itu sempat salah tanggal dan dapat diperbaiki secepatnya tanpa biaya tambahan.
Hari Pertama dan Kedua: Singapura
Hari pertama dan kedua di Singapura, kami menginap di 5 Foot Way In Project di kawasan Bugis. Harga penginapan disini bervariasi tergantung jumlah orang setiap kamarnya, kami memilih kamar khusus perempuan yang berisi empat orang sekamar. Kamar ini hanya terdiri dua tempat tidur bertingkat yang dilengkapi dengan AC, loker, almari, dan sambungan listrik. Untuk kamar mandi dan ruang makan bersama terdapat diluar kamar. Kamar ini kami dapatkan dengan harga sekitar 25 dollar singapura perorang permalam.
Pesawat kami dari Bandung sampai di Bandara Changi Singapura pada pagi hari sekitar jam 09. 00 waktu Singapura, setelah melakukan pengisian formulir imigrasi �biasanya sudah dibagikan oleh maskapai-, antri dan cek di bagian imigrasi, kami menukar uang 50 SGD ke dalam bentuk receh di dekat terminal 2. Uang receh ini berguna untuk membeli tiket Mass Rapid Transit (MRT) untuk single trip. Harganya tergantung jarak tempuh yang kita isikan pada mesin pembelian tiket. Pada mesin pembelian tiket single trip di Bandara Cangi sudah ada petugas yang siap memandu kita dalam menggunakan mesin tersebut. Tadinya kami berencana membeli tiket Singapore Tourist Pass (STP) MRT untuk dua hari yang totalnya 26 SGD, dengan 10 SGD akan dikembalikan saat kita mengembalikan kartu STP. Dengan STP ini perjalanan kita akan lebih hemat tanpa harus membeli tiket disetiap pemberhentian MRT. Namun sayangnya loket STP tidak tersedia di bandara Changi. Akhirnya, kami membeli single trip MRT dari Changi ke Lavender �dekat penginapan 5 foot way in di Aliwal Street- , seharga sekitar 2 SGD. Secara umum, rute MRT sudah terintegrasi, jadi ketika kita ingin transit harus mendengarkan baik-baik instruksi dari pengeras suara, karena keluarnya kita di pintu MRT kanan atau kiri tergantung stasiun mana yang akan kita tuju.
Sesampainya di hotel, kami menitipkan tas punggung kami, lalu kami jalan ke sekitaran Bugis street. Lokasi hotel kebetulan tidak jauh dari kawasan pertokoan Bugis. Hotel juga dekat dengan masjid dan perkampungan Arab. Terdapat dua masjid yang saya temui disini, pertama Masjid Sultan di dekat Victoria Street, kedua juga Masjid Sultan juga di kawasan Kampong Glam �dekat Bugis-. Di dekat terminal tiga Bandara Changi juga terdapat mushola/ bilik solat.
Di Singapura, semuanya sudah tertata dan petunjuk jalannya memang sangat jelas, kotanya juga bersih. Gimana enggak? Merokok sembarangan, salah buang sampah sampai meludah sembarangan terkena denda. Ga main-main, cctv dan mesin peringatan ada disetiap pojok jalan. Pejalan kaki hak-haknya sangan terjamin, selain jalan pedestrian yang lebar, rambu lalu lintas juga dilengkapi rambu pejalan kaki, jika tak ada rambu maka mobil atau motor dengan sadar diri memberhentikan diri dan mempersilahkan pejalan kaki pesepeda untuk duluan memakai jalan. Sepertinya saya sepakat dengan joke-joke teman-teman pejalan; Apa iya semua orang Indonesia harus ke luar negeri dulu biar sadar bahwa ada yang salah dengan perilaku orang di negaranya? Hehehe�
Kawasan Bugis dapat saya bilang merupakan kawasan belanja oleh-oleh Singapura yang murah, selain itu segala jenis pernak-pernik perempuan yang lucu dari aksesoris hingga pakaian juga dijual di kawasan ini. Harganya pun murah. Setelah dari Bugis, kami menuju ke Orchard Road dengan MRT. MRT di daerah Bugis ada di bawah Mall Bugis Junction. Sesampainya di Orchard, kami membeli STP 2 day pass dan berjalan-jalan di kawasan perbelanjaan Orchard. Di kawasan Orchard juga ada Masjid Al Falah, tepatnya di pertigaan Orchard Road dan Somerset. Masjid ini lumayan besar dan bersih, pada waktu sholat disini memang kebanyakan saya bertemu dengan orang Indonesia.
Setelah jalan-jalan, dan sholat di Masjid Al Falah, kami makan siang di McD kawasan orchard. Saya lupa kapan terakhir saya makan McD mungkin dari sejak jaman SMP dimana ini adalah mungkin sepuluh tahun yang lalu dan saya berjanji ga bakal makan McD lagi, eh ternyata karena kepepet dan saya ga nemu makanan halal akhirnya saya memesan chicken burger di McD.
Dari Orchard, melalui stasiun MRT Somerset, kami meluncur ke Raffles Place untuk selanjutnya jalan ke tiga ikon besar Singapura: Esplanade, Marina Bay Sands dan Patung Merlion. Esplanade merupakan gedung pertunjukan Singapura dengan arsitektur mirip dua kulit durian yang ditelungkupkan, setiap malam banyak pertunjukan seni yang diadakan disini. Pada malam disaat saya datang, sayup terdengar bunyi gamelan dipadu dengan orchestra modern lainnya seperti drum, bass dan gitar melodi. Benar saja, ternyata di luar Esplanade sedang ada pertunjukan gamelan modern yang dikemas dengan sangat luar biasa. Saya sebagai orang Indonesia ikut merinding melihat dan mendengar apresiasi penonton yang luar biasa saat itu. Di sela pertunjukan gamelan, saya pun ditakjubkan oleh pemandangan yang lain; pertunjukan light orchestra dari atas gedung Marina Bay Sands yang fantastik. Pada pertunjukan ini lampu laser berbagai warna dimainkan hingga dapat memantul hingga jarak jauh disertai music orchestra yang mengiringi. Puas melihat pertunjukan dan foto-foto di kawasan tersebut kami pun pulang kembali ke hostel dengan MRT dari Raffles ke Lavender.
Besoknya, karena pesawat kami ke Hong Kong adalah jam 2 siang, maka kami ga bisa lama-lama keliling-keliling Singapura lagi. Kami meninggalkan hostel sekitar jam Sembilan pagi dengan nitip tas punguung sekalian check out. Akhirnya kami hanya jalan-jalan sebentar balik ke Merlion lagi dan ke Chinese Garden, setelah itu kami balik ke hostel dan meluncur ke Bandara Changi, ga lupa kami mengembalikan kartu STP dan mengambil sisa deposit kami di kartu tersebut.
Hari Ketiga dan Keempat: Hong Kong
Kami tiba di Hong Kong malam hari sekitar jam 9 malam waktu Hong Kong. Waktu itu cuaca memang cukup dingin, sekitar 14 derajat celcius. Bandara Internasional Hong Kong memang tidak sebesar Changi, tapi cukup nyaman dan petunjuknya jelas. Sesampai di Bandara kami langsung membeli kartu Octopus di lobi pintu keluar bandara. Kartu Octopus merupakan kartu yang dikeluarkan oleh pemerintah Hong Kong bagi warganya untuk mengakses transportasi dari kereta MTR, bus hingga moda transportasi yang lain. Kenapa namanya Octopus? Karena kartu ini dapat digunakan untuk mengakses delapan jenis moda transportasi di Hong Hong.
Harga kartu Octopus ini untuk sekali pembelian adalah 150 HKD, dengan deposit 100 HKD, 50 HKD dikurangi biaya pelayanan 9 HKD akan dikembalikan jika kita sudah tidak menggunakan kartu itu lagi alias cabut dari Hong Kong. Kartu ini dapat diisi ulang di setiap terminal MTR sesuai kebutuhan kita. Dengan kartu Octopus ini biaya transportasi jadi lebih murah dan praktis karena kita tidak perlu membayar setiap moda dengan uang tunai melainkan akan didebet langsung dari deposit kita di kartu Octopus.
Selesai membeli kartu Octopus kami keluar Bandara untuk mencari bus nomor 23 ke arah Tsim Sha Tsui, daerah penginapan kami di Hong Kong. Kesan pertama sampai di Hong Kong adalah ceweknya modis-modis, dengan boots, sweater dan gadget di tangan, mereka berjalan serba cepat. Ga peduli dari TKI sampe native, semuanya modis, hahaha. Sampe-sampe, di ada orang di Bandara yang saya kira native karena penampilannya modis tiba-tiba dia nyeletuk �Bobotmu saiki piro?� Walah mbaaak, ternyata dari aksennya si mbak ini TKI asal Jawa Timur. Memang di Hong Kong ini banyak banget orang Indonesianya dan waktu itu hari Minggu, keluar kandang deh.
Lalu kami naik bus N21 �dari kartu Octopus, saya didebet 33 HKD dari Bandara-Tsim Sha Sui- dan setelah sekitar 45 menit, kami turun di Nathan Road, Tsim Sha Tsui. Lapar melanda, kamipun langsung menuju ke KFC. Jalan kami ke KFC ini tidak ringan saudara-saudara �Oke saya mulai lebay-. Begitu turun di Nathan Road, kami langsung diserbu calo penawar jasa hotel, makanan halal, sok-sok SKSD sampe tukang pijet. Para calo penawar ini kebanyakan keturunan Afrika dan India, saran saya sih cuekin aja dan bilang �We�ve already prepared our own accommodation,� .
Kami akhirnya sampai di KFC dengan selamat bin kedinginan, dan ternyata di KFC ini seabrek isinya orang Indonesia semua. Saya pesan Baked Rice seharga 30 HKD dan ternyata saya yang porsi makannya besar ini merasa porsi itu besar banget sampe ga habis, tahu gini kami pesan satu saja buat dua orang. Baked Rice ini seperti nasi panggang yang dilengkapi dengan kaldu, telur dan ayam, masih ditambahin paha ayam goreng yang gedenya ngauzubilah. Orang Cina porsi makannya gede juga ternyata, tapi kenapa mereka ga obes?? Hik hik�
Selesai makan di KFC kami jalan menuju Chunkin Mansion dimana Maple Leaf Hostel tempat kami nginap ada di gedung itu. Penginapan di kawasan Nathan Road ini sistemnya seperti apartemen, ada di gedung-gedung bertingkat yang di lantai dasarnya itu pasar. Begitu juga di Chunkin Mansion, lantai dasar di gedung ini berisi warung-warung Asia dan Timur Tengah dan toko elektronik. Penghuni lantai dasar ini kebanyakan warga keturunan Timur Tengah, Afrika dan India. Begitu masuk Chunkin mansion ini lagi-lagi kami diserbu calo, dan jurus cuek terbukti ampuh bikin mereka capek juga.
Maple Leaf hostel ada di Lantai 12, dan kami langsung disambut oleh senyum ramah cici-cici yang jagain hostelnya. Di Maple Leaf Hotel ini harga perorang permalemnya sekitar 180 HKD. Meskipun penginapannya kecil, model kapsul namun sangat nyaman. Ya maklum, property di wilayah sibuk macam Tsim Sha Tsui ini kenaikannya cepat. Di kamar yang kami tempati, ada satu tempat tidur, yang cukup buat dua orang, colokan listrik, kamar mandi yang dilengkapi water heater, wastafel, closet dan AC. Ada dispensernya, tapi di luar kamar. Malem itu, badan saya langsung anget. Berharap jangan sakit eh ternyata besokannya malah batuk. Saran buat teman-teman yang mau jalan sendiri ke negara orang, baiknya sih sering-sering minum air putih, vitamin C dan latihan jalan dulu seminggu sebelum cabut, biar ga gampang drop.
Walaupun batuk melanda, tetep dooong, ini tidak mengurangi semangat jalan-jalan saya. Apalagi pagi itu kami berencana pergi ke Ngong Ping, patung Budha Besar yang ada di Lantau Island, The Peak, Musseum Madame Tussauds dan Ladies Market. Oiya, tips buat yang mau ke Ngong Ping, sebaiknya berangkatnya pagi-pagi, kalau bisa jam 7 atau jam 8 karena kalau kesiangan antri Cable Carnya bisa sampe puluhan meter. Sebelum berangkat, kami sarapan di hostel pake biscuit sebanyak-banyaknya, air sebanyak-banyaknya dan Vitamin C. Setelah urusan perdopingan beres, kami jalan menuju stasiun MTR Tsim Sha Tsui, ga jauh dari hostel dan naik MTR ke arah Tung Cung di Lantau Island. Perjalanan dari MTR ke Tung Cung kami lalui sekitar satu jam. Dari Tung Cung ke Ngong Ping, kami naik bus No. 23 sekitar 45 menit. Pemberhentian bus di Tung Cung ke Ngong Ping ga jauh dari terminal MTR.
Sampai di Ngong Ping, kami disambut oleh udara yang lebih dingin lagi namun tempatnya cukup damai dan tenang. Disini ada beberapa kuil Budha, patung Budha besar, dan tempat makan serta minum tea di Ngong Ping Village. Untuk menaiki patung Budha Besar ini kita harus menanjak ratusan anak tangga terjal dulu baru sampai ke atas. Tapi kami memilih buat ga naik keatas dengan alas an simpan tenaga buat perjalanan selanjutnya hehe� Oiya, di Ngong Ping Village ada toko tea yang lengkap, tea disini isinya the bunga-bungaan semua, buat penggemar tea, tempat ini bisa dicoba. Namanya Li Nong Tea.
Setelah puas melihat Ngong Ping, kami pun makan siang di sebuah restoran India di Ngong Ping Village, karena resto ini satu-satunya resto yang ada logo halalnya. Kami pesan Nasi Biryani, dan lagi-lagi porsinya besaaaaar banget.
Kami kembali lagi ke Tung Cung menggunakan cable car alias kereta gantung. Tiket kereta gantung ini ada dua jenis yang standard (90 HKD) dan crystal (120 HKD). Buat yang takut ketinggian, saya sarankan jangan beli yang crystal, hehe, karena lantai tempat kita berpijak di kereta gantung jenis ini berupa kaca tembus pandang. Bayanginnya aja saya sudah keringet dingin, hehe.. Kami pun membeli yang standard. Kareta gantung ini melalui deretan perbukitan di Lantau Island, Laut yang memisahkan New Teritory dan Lantau Island serta sejumlah landscape indah lainnya.
Sampai di Tung Cung, kami mampir ke seven eleven buat beli air minum lalu isi ulang Octopus, ada dua jenis entry untuk isi ulang yakni isi ulang sebesar 50 HKD dan 100 HKD, idealnya sih 50 HKD cukup sampe kami cabut nanti, tapi karena kami ga punya pecahan 50 HKD, jadinya kami refill pakai pecahan 100 HKD. Toh nanti juga bisa ditarik lagi sisanya.
Akhirnya dari Tung Cung via MTR kami sampai di Musem Madame Tussauds (MMT). Sampe di MMT, ngantrinya naudubilah, tapi antri pas kita pulang dari MMT lebih parah lagi. Saran yang sama sih kalo bisa ke MMT nya sepagi mungkin, karena pada waktu kami pulang dari MMT, antrian di pintu masuk lebih parah lagi. Bisa lebih panjang dari antrian kloter masuk museum sebelumnya yang lebih pagi.
Menuju MMT kami naik Peak Tram. Untuk naik peak tram, masuk MMT, dan ke The Peak ini kami sudah beli tiket combo dulu via online di www.madametussauds.com, karena kalau beli di tempat jatuhnya lebih mahal. Di Peak Tram ini kita bisa merasakan gimana naik bukit menuju Madama Tussauds Museum dan Victoria Peak pake kereta dengan kemiringan 45 derajat. Gila ini kereta tahun 1950-an kuat juga nariknya. Sampai di MMT, kami foto-foto bentar, tapi sayang sekali, mau foto sama patung Jackie Chan musti bayar lagi�
Sesorean di MMT, kami balik lagi ke hotel, karena badan ini semakin memanas jadi kami tiduran di hotel dulu lalu cabut ke Ladies Market. Ladies Market ini kalau di Singapura seperti Bugis Street, namanya juga Ladies Market, semua pernak-pernik perempuan dari mulai sepatu boots, baju-baju sampai oleh-oleh Hong Kong dijual disini. Tapi musti pinter-pinter nawar. Ya triknya si sama kayak ibu-ibu di pasar gitu, jatohin harga separonya dulu, kalo ga dikasih, ditinggal. Kebanyakan sih sellernya bakal manggil lagi kalo kita tinggal, hehe� Setelah dari Ladies Market, kami jalan bentar ke Avenue of Stars, disini sih isinya kayak panggung kecil yang dikitari pemandangan gedung-gedung Hong Kong di malam hari. Kelar foto bentar, kami pun kembali lagi ke hotel.
Hari Kelima: Makau
Besoknya, kami berangkat ke Causeway Bay buat jalan-jalan bentar. Isinya seperti mall-mall biasa gitu. Setelah foto-foto, tetep yah, kami bisanya hanya berfoto, kan ngirit, hehe, lalu kami jalan ke Hong Kong-Macau Ferry terminal, kami ga mau kesorean, karena target kami mengunjungi objek wisata Macau adalah sore ini sebelum museum pada tutup.
Dari Hong Kong-Macau Ferry terminal kami membeli tiket ke Macau Peninsula. Ada dua tujuan sebenarnya; Peninsula dan Taipa. Nah, objek-objek wisata sejarah dan casino-casino adanya di Peninsula. Kalau ke Taipa, berarti kita mau ke Venetian, The Galaxy atau Makau International Airport. Harga ferry ke Makau 152 HKD atau kalau dirupiahkan sekitar 150ribu.
Kami sampai di Makau jam 3 sore, dari Macau Ferry Terminal kita naik bis ke arah Rua Da Felicidade, bayarnya sekitar 3, 2 MOP alias Macau Pataca atau HKD. Di Makau, saran saya sih, mending ga usah tukar ke MOP, karena disana HKD juga berlaku kok buat transaksi sehari-hari. Nilai tukarnya hampir sama. Kenapa enggak usah tukar ke MOP? Karena jarang ada money changer di Singapur atau Indonesia bahkan hampir ga ada yang mau nerima penukaran MOP. Kecuali kita nuker lagi pas waktu meninggalkan Makau, tapi itu bakalan ribet.
Sampe di daerah Rua dan Felicidade kami jalan nyari hotel kami dulu. Gila aja mau jalan keliling kota bawa tas punggung segede gaban. Kami sudah booking hotel di agoda.com. Jujur sih, pas awal-awal booking memang susah banget nyari hotel di Makau yang nyaman dan murah. Pertama sih dapet rekomendasi dari sesama backpacker untuk nginep di SanVa hotel, tapi pas liat web sitenya dan gambar-gambarnya kok serem dan remang-remang ya. Kayak di film-film mafia Cina gitu, malah ada yang ga ada jendelanya. Murah sih tapi� ya gitu deh.
Akhirnya, setelah cari-cari di agoda.com, kami dapat hotel di Ole Tai Sam Un, tarifnya perorang emang bisa sampai 500ribu rupiah. Tidak papa lah, semalem ini. Di booking receiptnya, alamatnya sih di Rua Da Felicidade, tapi ternyata setelah dicari sesuai alamat jalannya; Rua Da Felicidade No. 43-45 itu ternyataaa� toko kue kecil pemirsah! Deg! TIDAAAAK *LEBAY* Kami khawatir dong jangan-jangan hotel ini fiktif, habisnya nanya ke orang-orang malah jarang ada yang bisa bahasa inggris. Akhirnya, kami nanya ke yang punya Toko Kue yang seharusnya ada hotel Ole Tai Sam Unitu, si ibu-ibu ini untung bisa bahasa inggris. Kata dia memang daerah sini hotelnya, dia nunjukin ke arah jalan di blok sebelah. Ternyata benar, hotelnya ada disitu, dan alamatnya bukan di Rua Da Felicidade, tapi di Rua De Caldeira, nomornya masih sama. Fiuh�
Di bekas jajahan Portugis ini, lokasi objek wisata sejarahnya berdekatan, jadi memang sekitaran Rua Da Felicidade itu ada Senado Square, Macau Museum, Ruins of St. Paul Church, dan kalau mau ke pusat Casino di kawasan Lisboa, bisa naik bus 10 menitan dari halte dekat Senado Square, tarifnya sama dengan 3, 2 MOP.
Setelah sesorean menjelajahi kawasan sejarah di sekitar Senado Square, kami malamnya jalan ke kawasan Lisboa yang tadi saya bilang 10 menit bisa dengan naik bus, tapi kamu memilih jalan, heu... 20 menit saja. Kawasan casino di Lisboa di malam hari oh sungguh spektakuler pemirsah.
Pertama-tama kami sampai di jotel Wynn, disitu ada light fountain orchestra yang lebih dasyat daripada yang di MBS Singapore. Orkestra berupa air mancur menari-nari diiringi pencahayaan yang spektakuler dan musik jazz ini muncul mulai jam 8 malam setiap 15 menit sekali di depan lobi hotel Wynn. Habis orkestra selesai , kami coba masuk ke lobi hotel Wynn, tadinya sih saya nggak mau. That place was very vulgar, maksud saya keglamorannya ya. Tapi partner saya, Dewi kayaknya tertarik buat masuk, ya sudah, saya ikutan. Kesan saya setelah masuk Wynn; Ini hotel apa department store?? Semua toko bermerk Italia dan Eropa ada disini semua. Setelah puas lihat-lihat Wynn kami jalan ke arah Grand Lisboa dan pulang ke hotel naik bus buat mengistirahatkan badan.
Besoknya kami check out dari hotel dan naik bus ke arah Fisherman�s Wharf alias Macau Ferry Terminal lalu ke Grand Prix dan Wine Museum. Di Fisherman Wharf kami foto-foto sebentar, lihat peta dan menuju Grand Prix Museum. Setelah jalan agak lama kami nggak nemu-nemu tuh Gran Prix Museum, akhirnya kami sampai di gedung senatornya China di Makau, kami tanya ke petugas administrasinya, eh lha ternyata enggak bisa bahasa inggris. Lalu kami tanya ke polisi yang jagain jalan, lha si bapak polisi ini malah spoke english well. Ini teh kumaha rekrutmennya? Heuu.
Grand Prix Museum ini berisi hal-hal berbau otomotif yang pernah dipakai di kompetisi Grand Prix di Macau, enggak jauh dari Museum ini, ada Wine Museum yang majang koleksi sejarah wine dari produksi bahan baku sampe jadi.
Setelah dari dua museum itu, kami menuju ke Bandara. Ternyata dari lokasi kedua museum diatas kami nggak tau ke Bandara naik apa? Heu.. padahal udah di Taipa. Akhirnya dengan dodolnya kami naik bus lagi ke Peninsula dan berhenti ke depan Grand Lisboa, dimana disitulah pusat stopan bus kota semua jurusan di Makau. Kami pun akhirnya dari situ naik bus MT2 ke bandara dengan tarif 4, 2 MOP. Ternyata, pada saat pengecekan bagasi, punya kami overweight, jadi harus bayar 320 MOP deh.
Hari keenam: Singapura
Akhirnya kami sampai lagi di Singapura. Ini artinya, destinasi terakhir kami sebelum kembali ke dunia nyata: kerjaan. TIDAAAK *lagilagilebay*. Pesan saya pemirsah, nikmatilah perjalanan dan liburanmu sebaik-baiknya, enggak usah mikir kerjaan numpuk setelahnya, huahuahua...
Malem hari kami sampai di Bandara Changi, kami langsung beli MRT ke China Town. Malam itu kami nginap di 5 Way Project Inn tapi yang di China Town, jadi enggak di Bugis seperti malam seminggu sebelumnya. Hostel yang satu ini dekat sekali dengan terminal MRT di China Town. Ibaratnya, keluar dari terminal MRT China Town arah pasar (Pagoda Street), maju sepuluh langkah, truss mak bedunduk *halah* langsung tengok kanan dan kita akan nemu penampakan hostel ini. Overall, hostel yang satu ini pelayanannya lebih bagus daripada yang di Bugis dan pelayanannya juga lebih ramah, backpack kami sampe dibawain ke lantai tiga sama resepsionisnya, heu...
Malam ini kami langsung istirahat setelah mandi dan bersih-bersih. Di hostel tempat kami nginep ini kami ternyata sekamar sama dua urang Bandung juga. Kayaknya si ibu ini seneng ketemu orang Indonesia juga, tuh kan pasti baru pertama ke luar negeri deh. Jadi, kali ini kami sekamar berenam, satu lagi orang Taiwan dan satu lagi orang Jerman. Aduh lupa nanya nama mereka setelah sekian lama ngobrol sesama backpacker. Dodol. Dua orang turis itu mau ke Bali setelah dari Singapura, dan dua-duanya solo backpacker. Gilaak, mereka udah sebulan keliling-keliling ke negara-negara orang. Rencananya mereka bakal lanjut jalan sebulan lagi. Hiks... Pingin dong libur selama ituuuu...
Besoknya, kami langsung jalan ke Vivo City, keliling-keliling bentar di mall itu lalu nyebrang jalan ke Pulau Sentosa. Pulau Sentosa ternyata ngak sejauh yang saya kira, jalan 20 menit dari Vivo langsung nyampe. Heleh... Ternyata gitu-gitu doang isinya, Universal Studio dan pernak-perniknya. Kalo Ancol mau berbenah, bisa jadi kayak gini. Belum lagi pulau-pulau lain di Indonesia yang pastinya menawarkan landscape yang jauh lebih indah. Singapore has nothing. Cuman saya akuin manajemen transportasi dan pariwisatanya bagus. Setelah muter-muter di Vivo dan Sentosa, kami cabut lagi dan menuju ke Bugis market (tetep ya hehe..) Barangnya lucu-lucu pemirsah. Mayan lah satu dua oleh-oleh sebelum check in ke Bandar Changi buat balik lagi ke Bandung.
Entah kenapa di bagian ini, hampir meninggalkan Singapura saya ngerasa Bodoh buanget kuadrat. Huahuahua...
Sementara itu... Di antrian check in imigrasi....
Petugas Imigrasi 1 : �Jadi, nama kau ini siape?�
Saya : �Pratiwi,�
Petugas Imigrasi 1: �Kau nak liat ini beda identiti boarding pass kau punya dan paspor kau. Fatal. Tak bisa lah kau lanjut ke ruang tunggu,�
Saya : *Hening* *ngomong sama diri sendiri: BEGO! BEGO!*
Petugas Imigrasi 1: �Ikut saya kau ke urusan imigrasi,� *lalu dia nutup loket*
Terlihat petugas imigrasi 1 berbicara dengan petugas imigrasi lainya. Mari sebut saja dengan petugas imigrasi 2, ibu-ibu paruh baya.
Petugas Imigrasi 2: �Jadi sudah tau kan dimana salahnya?� *kali ini ibu ini bicara bahasa indonesia dengan sangat fasih*
Saya: �Iya, saya tadi buru-buru lupa ngecek bu,�
Petugas Imigrasi 2: �Ya sudah, lain kali boarding pass dan paspornya di cek ya, jangan sampai beda nama. Ini pelajaran buat kamu. Sekarang kamu tunggu disini dulu ya, setelah ini ada polisi imigrasi berseragam yang akan wawancara kamu, tidak lama kok, kemungkinan kamu masih bisa kejar pesawat kamu, kalo enggak ya siap-siap cari pesawat lain ya� *ibu ini nada ngomongnya tenang, sambil senyum ramah banget.*
Saya: *MAMPUS! POLISI BOOOOK! PESAWAT GUE GIMANAAAA?!?* �Oke, saya tunggu dulu, tapi boleh tak saya ketemu teman saya dulu?� *berusaha tetep tenang, walau sedikit panik*
Petugas imigrasi 2 : �Oke, saya antar kamu ketemu teman kamu,�
Dewi (partner jalan saya) : �Gimana wi? Bisa?�
Saya : �Tenang aja. Tapi kayaknya bakal ga ngejar pesawat deh wi, kamu duluan aja. Titip bagasi ya.�
Petugas imigrasi 2 : �Kau cepat-cepat lah kejar pesawatmu nanti ketinggalan. Teman kamu tinggal disini dulu. Bagasi dia nanti ditinggal,�
Dewi : *Dengan tampang kosong* �Hoo, iya-iya, trus kamu balik ke Bandungnya gimana?�
Saya : �Gampang, bisa pake pesawat ke Jakarta atau kalo nggak ya besok. Masih ada kartu kredit kok,�
Dewi : �Ya udah, gue duluan ya, kamu ati-ati wi,�
Lalu saya kembali ke ruang imigrasi dan datanglah tiga polisi berwajah India dan berbadan besar.
Saya : *I am gonna die*
Polisi 1: �Are you Pratiwi?�
Saya: �Yes,�
Polisi 1 : �Speaking English?�
Saya : �Yes,�
Polisi 1 : �How could you get wrong boarding pass?�
Saya : �I forgot to check it. I was in hurry and careless. That�s all my fault. I know that�s fatal,�
Polisi 1 : �That�s okay, its your lesson learnt. So, do you knowbla blab la *nama temen saya*?�
Saya : �She is my travelling partner, she is my office mate as well,�
Polisi 1: �Okay, fill this form and sign on it,�
Lalu saya diminta mengisi form yang berisi identitas, nama, alamat di Indonesia, nomor ponsel, pekerjaan, dan itinerary dari sebelum dan setelah perjalanan kita dari Singapura. Mereka kemudian membawa saya ke check in conter Air Asia untuk mengkonfirmasi identitas saya di pemesanan tiket mereka dan ternyata benar cocok, kesalahan ada di petugas check in. Urusan salah boarding pass pun beres.
Polisi 2 (Bapak-bapak paruh baya, bicaya bahasa Indonesia dengan logat melayu kental) : �Kamu ikut rombongan?�
Saya : �Enggak Pak, saya bikin itinerary sendiri, hanya berdua sama teman saya,�
Polisi 2 : �Kemana saja?�
Saya : �Kemarin saya sudah sampai Hong Kong dan Makau,�
Polisi 2 : �Wah berani juga ya, anak saya perempuan seusia kamu. Ya sudah kamu cepat kejar pesawat kamu,�
Saya: �Wah saya kira saya udah ketinggalan Pak, ya saya pasrah aja sih,�
Polisi 2 : �Terus kalau kamu ketinggalan lalu kamu pulang ke Indonesianya gimana?�
Saya : �Ya kejar pesawat lain, kalo enggak saya kejar pesawat ke Jakarta,�
Polisi 2: �Hah? Hari ini sudah tidak ada pesawat lagi ke Indonesia dari Singapura,�
Saya : �Hehe, ya sudah berarti saya naik pesawat yang besok aja. Ada alasan saya buat nggak ngantor besok kan Pak. Kalo enggak saya ke Batam dulu, naik pesawat dari sana�
Polisi 2: �Memangnya kamu tau ke Batam naik apa? Kalau harus nginap mau kemana?�
*Ih si Bapak ini bawel banget deh*
Saya : �Ya kan di China Town banyak hostel. Atau kalau ke Batam tinggal naik MRT Pak, turun di Tanah Merah. Come on Sir, its just Singapore, only 2 hours flight to Indonesia. Perhaps if I miss my flight from Africa, Middle East Contries or India, I would be panic.�
Dan saya baru sadar polisi 1 yang keturunan India mendelik ke saya.
Saya : �Well I am sorry, those countries are not safe for women. Based on many research and news,� Kata saya sambil menatap sok cool ke Polisi 1.
Polisi 2 : �Ya sudah, sebentar lagi ada petugas Air Asia datang kesini. Kalau dia beritahu kamu sudah ketinggalan, kamu hubungi saya di imigrasi ya,�
Saya : �Siap Pak!� *Ini petugas biar bawel, tapi bapak ini baik banget, emang kalau liat dari namanya dia muslim sih dan mungkin karena dia bilang punya anak perempuan seusia saya juga.
Petugas Air Asia : �Come on Miss, the flight is not boarding just yet, we can catch your flight, lets run with me,�
Saya : �Really? Sure! Anyway, terimakasih Bapak, saya aman,� kata saya sambil menatap Polisi 2.
Akhirnya saya berhasil dapet pesawat sore hari itu juga dan pulang ke Bandung sesuai rencana. Hehe� Buat teman-teman yang mau ke luar negeri, jangan lupa cek semua dokumen dulu yaa, dan jangan takut tersesat, kalau perlu catet alamat dan nomor telepon kedubes atau konsulat Indonesia di negara tujuan. Intinya memang sebuah perjalanan itu membuat kita memaknai bahwa di luar sana ada banyak orang memaknai hidup dengan cara berbeda. Tanpa perjalananpun setiap hari boleh jadi kita ketemu orang yang beda. Why do we go away then? So that we can come back. So that we can see the place we came from with new eyes and extra colors. And the people there see us differently, too. Coming back to where we started is not the same as never leaving...
0 komentar:
Posting Komentar