Huwoi! Waddup? *Gaya Barney Stinson* Mungkin jika blog ini diibaratkan sebuah rumah, saia sebagai penghuninya akan bersin-bersin karena banyak debu disini. Rumah ini sudah saia tinggalkan selama berbulan-bulan lamanya, ha! Beberapa komen spam muncul dan beberapa komen lainnya belum diperbaharui. Okelah, kali ini saia akan cerita tentang liburan saia ke Bali beberapa minggu yang lalu. Haha! Basibanget nggak sih? Saia sibuk pemirsah. Liburan ini saia ambil waktu peak season pemirsah, jadi maklum jika harga yang saia cantumkan disini mehong-mehong alias mahal. Catatan yang lain, liburan ini saia lakukan bareng ibuk saia, jadi bukan liburan tas punggung alias backpacker yah.
Hal pertama yang perlu dilakukan sebelum liburan adalah memutuskan ittinerary alias rencana perjalanan sedetail-detailnya dari hotel, tempat wisata, transport sampe makanan, tentunya disesuaikan dengan budget kita. Saia termasuk yang nggak terlalu sreg dengan liburan model grup tur, udah waktunya dibatesin, nggak bisa ngacir sendiri, dan objek wisatanya nggak bisa suka-suka kita.
Setelah booking pesawat yang pada waktu pascalebaran itu harganya jadi sejutaan seorang (Jogja-Denpasar), saia memutuskan untuk booking rental mobil plus supir soalnya saia nggak bisa nyetir dan nggak tau jalan di Bali :D. Kalo mau cari sewa motor banyak lah di sekitaran Kuta rata-rata per hari 50ribu dan bisa booking ditempat, jadi nggak usah reservasi online dulu. Untuk rental mobil, saia pake Bali Acces Car Rental, sistem pembayarannya kita daftar online dulu di http://sewa-mobil.com/reservasimobil.php , setelah itu bakal dikasih invoice, dari situ kita bayar DP 10 % dari jumlah yang sudah mereka hitung via debet transfer. Dapetnya ya lumayan costly ya, 300 ribu untuk satu mobil Karimun Estilo udah plus supir dan bensin per 12 jam. Kalo mau overtime kena charge 10% perjamnya. Rental mobil beres, saatnya pesen hotel, akhirnya dapet hotel di sekitaran Pantai Kuta, 500rb an permalemnya. Hotel Karthi namanya, bintang 3 ada kolam renangnya. Not bad sih tapi crowdednya minta ampun.
Setelah booking akomodasi beres, saia menentukan ittinerary atau jadwal perjalanan. Sebenarnya saia sudah pernah ke Bali sebelumnya waktu SMA, dan waktunya seminggu di Bali jadi udah banyak tempat yang saya kunjungi waktu itu. Kali ini saia memutuskan mengunjungi tempat di Bali yang belum pernah saia kunjungi: Danau Bratan, Danau Batur, Pura Besakih, Batu Bulan, Ubud, Pura Uluwatu-Tari Kecak, Pantai Jimbaran, Teluk Penyu dan Snorkelling di Tanjung Benoa.
Hari pertama saia mengunjungi Danau Bratan. Dari hotel di Kuta sampe Danau Bratan sekitar dua jam naik mobil, berangkat jam 8 dari hotel trus keliling-keliling Danau Bratan bentar. Sepanjang perjalanan dari Kuta ke Bratan, saia seperti ada di zaman Majapahit. Walaupun peak season tapi jalanan sepi sekali, dan yang terlihat sepanjang jalan hanyalah rumah-rumah tradisional warga dan pura. Tiket masuk Danau Bratan nggak mahal, sekitar 15ribu per orang, disarankan sih kesini bawa jaket atau selendang, soalnya Danau ini di dataran tinggi dan suhunya dingin banget. Kelar foto-foto di Danau Bratan, kami cabs ke Danau Batur, jaraknya sekitar dua jam naik mobil dari Bratan. Danau Batur terletak di sekitar gunung api aktif di Bali di timur laut Bali, di antara dua kaldera merupakan kawah vulkanik besar yang terbentuk sekitar 22 ribu tahun yang lalu. Gunung api ini bagian dari cincin api Pasifik dan membentuk sebagian dari deretan panjang gunung api aktif serupa di Indonesia. Daerah ini kaya dengan elemen bentukan tanah vulkanik makro dan mikro yang terbentuk akibat letusan gunung api sejak ribuan tahun yang lalu. Buat makan siang banyak restoran yang nangkring di atas bukit dengan view Danau, dengan konsep prasmanan.
Kelar makan dan foto-foto di Danau Batur, kami cabs ke Pura Besakih. Pura terbesar di Bali. Waktu kami kesana kebetulan ada beberapa keluarga yang melakukan upacara Mamukur atau melepaskan roh ke kedewataan. Pura Besakih tersusun dari tiga Pura; Brama, Syiwa dan Wisnu. Luas pura ini bertambah tiap tahun karena selalu ada pura baru berdasarkan kasta dan keluarga yang dibangun di sekitar pura utama. Buat yang mau ke Besakih, hati-hati disini banyak pungli. Tiket masuk sesuai perdanya sih 25ribu per orang tapi begitu berapa ratus meter sebelum pintu masuk kami dihadang dua orang yang minta sumbangan seiklasnya ngakunya sih buat bayar guide karena lagi ada upacara. Dari sumbangan itu kita dikasih liat tabel jumlah penyumbang yang udah ngisi. Rata-rata turis asing dan ngisinya ratusan ribu. Kalo dibilang seklasnya ya udah aku kasih sepuluh ribu. Udah guide trus guidenya minta duit lagi, lah gimana sih tadi katanya buat bayar guide. Trus alesannya macem-macem gitu, saia kasih 20rb lagi. Kok jadi gini ya? Kesannya preman banget, apa saking mereka sangat mengandalkan sektor pariwisata jadi nggak kreatif buat nyari kerjaan lain? Padahal lumayan lho preman-preman disitu masih muda-muda dan sehat-sehat. Yah untungnya sih si Mas Agus, drivernya udah ngingetin, pokoknya kalo dimintain apa-apa jangan dikasih, bayar tiket masuk aja, mereka bilang ada upacara dan harus pake guide itu bohong banget. Kalo niat mau ngasih jangan ketipu ama isian-isian sumbangan itu. Setelah urusan pungli-pungli selesai, kita langsung jalan keliling Pura, lumayan sih, butuh waktu dua jam buat ngelilingin semua pura, naik turun tangganya lumayan.
Hari kedua kami meluncur ke Batubulan buat lihat Tari Barong. Tari Barong mengisahkan peperangan antara kebajikan dan kejahatan antara Rangda dan Sadewa, salah satu personil pandawa. Harga tiketnya 85ribu per orang. Tari Barong di Batubulan dikemas dengan menggunakan bahasa campuran Indonesia dan Bali, serta disisipi humor-humor kecil, sekilas mirip Opera Van Java dengan porsi tarian yang lebih besar. Dalam ritual upacara keagamaan di Bali, Tari Barong harus ditonton sampai selesai, dan dikemas dengan lebih serius, full bahasa tradisional Bali. Kain yang dipakai rangda juga mengandung nilai mistis tersendiri. Jika ada peserta upacara yang keluar pertunjukan sebelum selesai maka ia harus siap-siap jika ada Leak atau siluman yang menghadang di tengah jalan dan ini masih sering terjadi sampai sekarang. Selesai dari pertunjukan Barong kami ke Ubud untuk melihat galeri-galeri lukisan dan makan siang. Kami makan di resto I Made Joni, menu andalannya bebek dan restonya di tengah sawah gitu. Lumayan sih waktu itu dua orang habis 120ribu.
Habis makan, kami meluncur ke Uluwatu. Disana ada Pura di pinggir bukit menghadap jurang pantai. Pemandangannya bagus. Di Uluwatu, perempuan dan lelaki yang tidak memakai celana panjang harus pakai kain tradisional. Saran saia pemirsah, ke Uluwatu lah sekitar siang hari jam dua, jalan-jalan dua jam, lalu jam 4 booking tiket tari kecak yang harganya 70ribu per orang. Tari kecak akan dimulai jam 18. 00, tapi kita harus beli tiket dua jam sebelumnya biar nggak kehabisan kursi. Tari kecak mengisahkan Ramayana, tanpa musik dan hanya diiringi 70 orang paduan suara. Tapi ini dipertunjukan pada saat matahari terbenam di Uluwatu. Sunset here was the best i ever seen. Overall, tariannya oke banget, aura penarinya keluar dan mimiknya pas. Pertunjukan berakhir jam 19. 30 malam, dan kami langsung cabs ke resto di pinggir pantai di Jimbaran. Settingnya keren, di sepanjang pantai ini resto-resto diatas pasir berdiri dan di setiap resto punya panggung buat pertunjukan tarian tradisional Bali. Menunya seafood, harganya standar lah, kami makan tiga orang habis 150ribu dapet ikan gurame, udang dan cumi trus sayur-sayuran. Itu juga kayaknya kebanyakan.
Hari ketiga, kami ke Teluk Penyu, ke Teluk Penyu ini penyebrangan satu kapal rata-rata 500ribu dari Tanjung Benoa. Satu kapal muat 10 orang. Teluk penyu merupakan pusat konservasi penyu-penyu hampir punah dan satwa hampir punah lainnya di Bali. Tiket masuk pusat konservasinya nggak mahal cuma 5ribu. Setelah dari Teluk Penyu kami cabs buat snorkelling. Kesan saia snorkelling di Tanjung Benua ini pemirsah, nggak seasyik snorkelling di Tidung. Harganya jauh lebih mahal dengan karang-karang yang sama monotonnya dengan Tidung. Bahkan bagusan Tidung. Di Tidung 40ribu bisa sewa alat snorkelling, Tanjung Benoa 150ribu. Jadi tidak direkomendasikan buat pemirsah yang mau nyoba snorkelling di Tanjung Benoa. Ngantrinya juga lama, dan sistemnya nggak jelas. Kita yang duluan malah jadi belakangan karena pemiliknya ngeduluin bule-bule, padahal bayarnya sama. Dasar ni pada doyan sama sindrom inferiorism pascakolonial. Airnya baru naik jam 12 siang, siap-siap gosong dan ngadepin ombak yang lumayan gede, saia hampir kebawa ombak kalo nggak ditulungin sama diver pemirsah dan waktu itu nggaya bener berani nggak pake safety vest, hahaha!
Akhirnya gitu deh cerita saia selama tiga hari di Bali. Semua tempat di Bali masih indah hanya tambah crowded. Bagi saia, Bali bukan lagi yang terindah, karena sudah mulai ada pungli-pungli dan kemacetan dimana-mana. Lombok masih jauh lebih indah dan murah, huehuehue.. pingin tau detail perjalanan saia di Lombok kayak gimana? Simak di postingan setelah postingan iniiih. Cau!
0 komentar:
Posting Komentar